Minggu, 20 Juli 2014

Pembelajaran Kooperatif tipe NHT



Umumnya, jika seorang guru ingin mengetahui tingkat pemahaman siswa pada saat pembelajaran, guru akan mengajukan pertanyaan kepada siswa. Selanjutnya, guru akan menunjuk salah seorang siswa (yang telah mengangkat tangannya ketika guru memberikan pertanyaan) untuk menjawabnya. Seandainya jawaban yang diberikan tidak tepat, barulah siswa yang lain berpeluang untuk menjawab pertanyaan tersebut. Itupun seorang saja.
      Cara demikian banyak kelemahannya. Salah satu gejala yang umum kita perhatikan atau alami ialah apabila guru memberikan pertanyaan, semua siswa akan menjawab pertanyaan tersebut atau sambil mengangkat tangan, siswa yang mengetahui jawabannya akan menjerit “Bu, saya! Saya!” Ini terjadi karena semua menginginkan perhatian guru. Masalahnya ialah guru hanya mampu melayani seorang saja pada saat itu. Untuk menghindari terjadinya hal seperti itu, salah satu cara ialah melalui pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Number Heads Together merupakan kegiatan belajar kooperatif yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
(http://learning-with-e.blogspot.com/2006/09/pembelajaran.html#4) tipe NHT adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa Pembelajaran kooperatif tipe NHT menggunakan tujuh langkah
Tabel 2 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
FASE
TINGKAH LAKU GURU
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase-2
Menyajikan informasi.
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase-3
Penomoran
Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 3-5 siswa dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5.
Fase-4
Mengajukan pertanyaan/ permasalahan.
Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa untuk dipecahkan bersama dalam kelompok. Pertanyaan dapat bervariasi
Fase-5
Berpikir bersama.
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu.
Fase-6
Menjawab (evaluasi).
Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
Fase-7
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.


Pembelajaran Konseptual Multi Model


A.    Pembelajaran Konseptual Multi Model
Pada pembelajaran konseptual multi model ini dimana model pembelajaran yang digunakan beraneka ragam dan sangat menarik minat anak untuk melakukan suatu pembelajaran pada matematika. Setiap guru memiliki potensi yang berbeda-beda dalam menerapkan suatu model pembelajaran, tentunya dalam hal kesuksesan dalam penerapannya. Misalnya Guru A berhasil menyampaikan materi statistika dengan metode atau pendekatan kelompok, belum tentu guru-guru yang lain menyampaikan materi yang sama dan metode yang sama akan menghasilkan keberhasilanyang sama pula. Sehingga keterampilan guru dalam menerapkan suatu metode dalam pembelajaran sangatlah penting. Dalam pembelajaran konseptual multi model ini guruharus mampu memotivasi siswa untuk aktif, berfikir kreatif dan inovatif. Keberhasilan pembelajaran konseptual multi model ini ditentukan oleh beberapa aspek:
1.      Situasi Kelas
Pada model pembelajaran ini yaitu konseptual multi model situasi kelas yang tergambar pada pelaksanaan model ini sangat dikelola dengan baik dan kondusif dan terlihat proses interaksi dan adanya kerjasama yang baik antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran sehingga tidak terlihat bosan dan monoton. Namun, hal ini juga tergantung dari guru bagaimana membuat suatu keadaan yang nyaman dan menyenangkan pada siswa itu.
2.      Fase-fase/Tahapan dalam Pelaksanaan Pembelajaran Konseptual Multi Model
Pada model conseptual model ini ada tahapan penyampaian yang dilakukan, dimana guru mengambil materi yang akan diajarkan tentang statistika:
a.       Fase I (Menyampaikan Tujuan dan Memotifasi Siswa)
Pada tahapan ini guru sebagai pelaku dalam pembelajaran matematika memberikan pengarahan tentang materi dan maksud yang akan diajarkan sehingga siswa lebih memahami tujuan dan manfaat dari pembelajaran sehingga dengan demikian mereka tidak akan mengalami kesulitan karena sudah dijelaskan dari awal tentang apa yang akan mereka pelajari. Misalnya dengan belajar statistika kita dapat menghitung rata-rata penghasilan, rata-rata nilai ujian dan sebagainya. Sehingga pada akhirnya, memotivasi keingintahuan pada siswa tentang hal-hal yang belum mereka ketahui akan materi yang akan disampikan dan pada khirnya menumbuhkembangkan daya berpikir mereka akan materi yang diberikan oleh guru tersebut.

b.      Fase II (Pengelompokan Siswa)
Fase ini lebih kepada pengelolaan kelas yang ada, maksudnya pada saat guru telah menyampaikan maksud dari proses pembelajaran itu maka setiap kelas yang ada dibagi menjadi beberapa kelompok yang heterogen, untuk kemudian sebagai kelompok dalam berdiskusi dan saling bekerjasama dalam mengerjakan tugas-tugas yang akan diberikan oleh guru. Dengan pembagian kelompok ini diharapkan agar setiap siswa dapat berperan aktif di dalam kelompoknya dan saling memotivasi kepada sesama anggota kelompok.

c.       Fase III (Menyajikan Data dan Mengarahkan Permasalahan yang Telah Ada)
Dalam fase ini guru menyampaikan materi secara singkat dan kemudan memberikan beberapa soal yang berkaitan dengan materi yang telah disampaikan dan berkaitan dengan permasalahan dalam lingkungan sekitar siswa. Guru menyampaikan materi statistika mengenai ukuran pemusatan dan ukuran letak kumpulan data tunggal, guru menjelaskan tentang nilai rata-rata, dan modus.

d.      Fase IV(Membimbing Kelompok Untuk Bekerja dan Belajar)
Pada fase ini siswa melakukan pengamatan langsung kepada objek dari permasalahan itu sesuai dengan objek/fakta yang ada dilingkungan sekitar mereka saja. Sehingga dengan adanya objek yang mereka amati siswa dapat menemukan akan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan yang ada namun disamping itu adanya juga pengarahan akan keputusan yang mereka ambil akan masalah itu. Dengan demikian siswa akan lebih diberdayakan pengetahuaannya yang ada pada diri mereka tersebut. Setelah itu, dari hasil mereka mempresentasikan masalah yang ada seorang guru kiranya memberikan suatu pujian atau penguatn yang positif berdasarkan teori Skinner dengan adanya penguatan yang positif itu diharapkan dapat meningkatkan kepekaan perilaku dan respon akan proses dan pembelajaran Matematika itu.

e.       Fase V (Mengajak Siswa Berdiskusi dan Memantapkan Materi Pembelajaran)
Pada fase ini siswa mempressentasikan hasil kerja dari kelompok mereka, setelah kekompok itu mempresentasikan hasil kerjanya maka diberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk mengemukakan pendapatnya atau menyanggah jika ada kesalahan pada hasil kerja kelompok sebelumnya. Sehingga terjadi interaksi antak kelompok yang nenggambarkan interaksi antar siswa, dan oeran guru pada fase ini adalah mengarahkan pemahaman siswa dan meluruskan persepsi-persepsi yang masih salah yang terjadi pada siswa.

f.       Fase VI (Memberikan Penghargaan)
Pada fase ini, setelah melakukan pengamatan dari awal fase I-V guru menilai dan mengamati hasil kerja siswa untuk kemudian memberikan penghargaan. Pemberian penghargaan atau penguatan sangatlah penting dalam proses pembelajaran, oleh karena itu pada fase ini guru memberikan suatu penghargaan atas pekerjaan siswa. Penghargaan itu dapat berupa pujian yang positif sehingga siswa menjadi lebih bersemangat dalam proses pembelajaran dan merasa dihargai.

B.     Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Konseptual Multi Model
1.      Kelebihan
Pada  pembelajaran Konseptual Multi Model adanya beberapa kelebihan:
a.       Konsep pembelajaran pada matematika akan menarik dan lebih kreatif.
b.      Pembelajaran matematika pada model ini dapat menciptakan keterampilan, menyelidiki dan pemecahan masalah yang dialami di kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan matematika.

2.      Kekurangan
Adapun kekurangan pembelajaran Konseptual Multi Model ini:
a.       Jika guru tidak tepat memilih mateti yang akan disampaikan menggunakan model ini maka siswa akan mengalami kesulitan dalam memahami materi.
b.      Jika fase-fase dalam pembelajaran konseptual multi model tidak dilakukan sesuai urutan maka tujuan pembelajaran yang diinginkan tidak tercapai maksimal.


PEMBELAJARAN INKUIRI (inquiry learning)



inkuiri berasal dari bahasa inggris yaitu inquiri yang merupakan suatu teknik atau cara yang di gunakan guru untuk mengajar di depan kelas sebagai proses bertanya atau mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan.
Dalam pendekatan inkuiri peserta didik diajak untuk lebih berani dalam mengemukakan pertanyaan, kemudian guru sebagai tenaga didik mengarahkan lagi pertanyaan dari peserta didik, sehingga siswa dapat sedikit demi sedikit ikut menelaah pertanyaan yang mereka utarakan.
Kemudian guru menjawab pertanyaan atau memberikan informasi atas pertanyaan yang di kemukakan oleh siswa.
 
Ada 7 tahap yang harus ditempuh dalam proses pembelajaran dengan pendekatan inkuiri :
  1. Guru memberikan penjelasan serta contoh dari materi yang akan diberikan.
  2. Guru mengemukakan suatu permasalahan yang telah dibuat sendiri atau bersumber dari buku teks.
  3. Siswa mencari data yang diketahui dari permasalahan yang diberikan, sedangkan guru mengontrol kegiatan siswa.
  4. Perumusan masalah untuk diselesaikan peserta didik.
  5. Penentuan hasil sementara yang mereka dapat dalam menyelesaikan masalah.
  6. Guru membimbing siwa untuk penetapan hasil akhir dalam penyelesaian masalah.
  7. Siswa menarik kesimpulan dari hasil yang didapat.

Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)


A.          Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah (Ward, 2002; Stipien, dkk.,1993).
Fogarty (1997) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pembelajar (siswa) dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open-ended melalui stimulus dalam belajar.
Pembelajaran berbasis masalah diturunkan dari teori bahwa belajar adalah proses dimana pembelajar (siswa) secara aktif mengkontruksi pengetahuan (Gijselaers, 1996). Psikologi kognitif modern menyatakan bahwa belajar terjadi dari aksi pembelajar dan pengajar hanya berperan dalam memfasilitasi terjadinya aktivitas konstruksi pengeatuan oleh pembelajar. Guru harus memusatkan perhatiannya untuk membantu siswa mencapai keterampilan seft directed learning.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada kerangka kerja teoritik konstruktivisme. Dalam pembelajaran berbasis masalah, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga siswa tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah umtuk memecahkan masalah tersebut. Oleh sebab itu, siswa tidak saja harus memahami konsep yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan keterampilan menerapkan metode ilmiah dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berpikir kritis.
Bila pembelajaran yang dimulai dengan suatu masalah, apalagi jika masalah tersebut bersifat kontekstual, maka terjadi ketidakseimbangan kognitif pada diri siswa. Keadaan ini dapat mendorong rasa ingin tahu sehingga memunculkan bermcam-macam pertanyaan disekitar masalah seperti “apa yang dimaksud dengan...”, “mengapa bisa terjadi...”, bagaimana mengetahuinya...” dan seterusnya. Jika pertanyaan-pertanyaan tersebut telah muncul dalam diri siswa maka motivasi intrinsik mereka untuk belajar akan tumbuh. Pada kondisi tersebut diperlukan peran guru sebagai fasilitator untuk mengarahkan siswa tentang “konsep apa yang diperlukan untuk memecahkan masalah”, “apa yang harus dilakukan” atau “bagaimana melakukannya” dan seterusnya. Dari paparan tersebut dapat diketahi bahwa penerapan pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran dapat mendorong siswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri. Pengalaman ini sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dimana berkembangnya pola pikir dan pola kerja seseorang bergantung pada bagaimana dia membelajarkan dirinya.
Lebih lanjut Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcomes) yang diperoleh siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah yaitu:
(1) inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah
(2) belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors)
(3) ketrampilan belajar mandiri (skills for independent learning).
Pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan bila didukung lingkungan belajar yang konstruktivistik. Lingkungan belajar konstruktivistik mencakup beberapa faktor yaitu (Jonassen dalam Reigeluth (Ed), 1999:218): kasus-kasus berhubungan, fleksibelitas kognisi, sumber-sumber informasi, cognitive tools, pemodelan yang dinamis, percakapan dan kolaborasi, dan dukungan sosial dan kontekstual.
Pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
(1) belajar dimulai dengan suatu masalah
(2) memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa/mahasiswa
       (3) mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu
(4) memberikan tanggung jawab yang besar kepada pebelajar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri
(5)  menggunakan kelompok kecil
(6) menuntut pebelajar untuk mendemontrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja.

B.           Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelejaran berbasis masalah biasanya terdiri dari lima tahapan utama yang dimulai dari guru memperkenalkan siswa dengan situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasi kerja siswa. Tahapan pembelajaran berbasis masalah dapat diperlihatkan pada tabel dibawah ini
Tahap
Tingkah Laku Guru
Tahap 1
Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. Guru mendiskusikan rubric asesmen yang akan digunakan dalam menilai kegiatan/hasil karya siswa
Tahap 2
Mengorganisasikan siswa untuk belajar


Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Tahap 3
Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Tahap 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model dan membantu mereka untuk berbagintugas dengan temannya.
Tahap 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan


DoWnLOaD RPP MATEMATIKA K13 SMP/MTS

Kumpulan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Matematika Kurikulum 2013 SEBELUMNYA LIHAT SILABUS MATEMATIKA KURIKULUM 2013 DOWNLOAD DISINI...