Minggu, 20 Juli 2014

Pengertian Peta Konsep


Pengertian Peta Konsep
Menurut Hudojo, et al (2002) peta konsep adalah saling keterkaitan antara konsep dan prinsip yang direpresentasikan bagai jaringan konsep yang perlu dikonstruk dan jaringan konsep hasil konstruksi inilah yang disebut peta konsep. Sedangkan menurut Suparno (dalam Basuki, 2000, h.9) peta konsep merupakan suatu bagan skematik untuk menggambarkan suatu pengertian konseptual seseorang dalam suatu rangkaian pernyataan. peta konsep bukan hanya menggambarkan konsep-konsep yang penting, melainkan juga menghubungkan antara konsep-konsep itu. Dalam menghubungkan konsep-konsep tersebut dapat digunakan dua prinsip yaitu prinsip diferensial progresif dan prinsip penyesuaian integratif. Dahar (1989) mengemukakan ciri-ciri peta konsep sebagai berikut :
1. Penyajian peta konsep adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan proposisi-proposisi dalam suatu topik pada bidang studi.
2. Peta konsep merupakan gambar yang menunjukkan hubungan konsep-konsep dari suatu topik pada bidang studi.
3. Bila dua konsep atau lebih digambarkan dibawah suatu konsep lainnya, maka terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep itu.
Martin (dalam Basuki, 2000) mengungkapkan bahwa peta konsep merupakan petunjuk bagi guru, untuk menunjukkan hubungan antara ide-ide yang penting dengan rencana pembelajaran. Sedangkan menurut Arends (dalam Basuki, 2000) menuliskan bahwa penyajian peta konsep merupakan suatu cara yang baik bagi siswa untuk memahami dan mengingat sejumlah informasi baru. Dengan penyajian peta konsep yang baik maka siswa dapat mengingat suatu materi dengan lebih lama lagi.

C. Cara Menyusun Peta Konsep
Menurut Dahar (1988:154) peta konsep memegang peranan penting dalam belajar bermakna. Oleh karena itu siswa hendaknya pandai menyusun peta konsep untuk meyakinkan bahwa siswa telah belajar bermakna. Langkah-langkah berikut ini dapat diikuti untuk menciptakan suatu peta konsep.
Langkah 1: Mengidentifikasi ide pokok atau prinsip yang melingkupi sejumlah konsep.
Langkah  2:  Mengidentifikasi ide-ide atau konsep-konsep sekunder yang menunjang ide utama.
Langkah  3: Menempatkan ide utama di tengah atau di puncak peta tersebut.
Langkah  4:  Mengelompokkan ide-ide sekunder di sekeliling ide uatama yang secara visual menunjukkan hubungan ide-ide tersebut dengan ide utama.
            Berdasarkan pendapat di atas dapat dikemukakan langkah-langkah menyusun peta konsep sebagai berikut:
1)  Memilih suatu bahan bacaan.
2)  Menentukan konsep-konsep yang relevan.
3) Mengelompokkan (mengurutkan) konsep-konsep dari yang paling inklusif ke yang paling    tidak inklusif.
4) Menyusun konsep-konsep tersebut dalam suatu bagan, konsep-konsep yang paling inklusif diletakkan di bagian atas atau di pusat bagan tersebut.

D. Jenis-jenis Peta Konsep
Menurut Nur (2000) dalam Erman (2003: 24) peta konsep ada empat macam yaitu: pohon jaringan (network tree), rantai kejadian (events chain), peta konsep siklus (cycle concept map), dan peta konsep laba-laba (spider concept map).

1) Pohon Jaringan
Ide-ide pokok dibuat dalam persegi empat, sedangkan beberapa kata lain dihubungkan oleh garis penghubung. Kata-kata pada garis penghubung memberikan hubungan antara konsep-konsep. Pada saat mengkonstruksi suatu pohon jaringan, tulislah topik itu dan daftar konsep-konsep utama yang berkaitan dengan topik itu. Daftar dan mulailah dengan menempatkan ide-ide atau konsep-konsep dalam suatu susunan dari umum ke khusus. Cabangkan konsep-konsep yang berkaitan itu dari konsep utama dan berikan hubungannya pada garis-garis itu (Nur dalam Erman 2003: 25)
Pohon jaringan cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:
a) Menunjukan informasi sebab-akibat
b) Suatu hirarki
c) Prosedur yang bercabang

2) Rantai Kejadian
Nur dalam Erman (2003:26) mengemukakan bahwa peta konsep rantai kejadian dapat digunakan untuk memberikan suatu urutan kejadian, langkah-langkah dalam suatu prosedur, atau tahap-tahap dalam suatu proses. Misalnya dalam melakukan eksperimen. Rantai kejadian cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:
a) Memerikan tahap-tahap suatu proses
b) Langkah-langkah dalam suatu prosedur
c) Suatu urutan kejadian

3) Peta Konsep Siklus
Dalam peta konsep siklus, rangkaian kejadian tidak menghasilkan suatu hasil akhir. Kejadian akhir pada rantai itu menghubungkan kembali ke kejadian awal. Seterusnya kejadian akhir itu menghubungkan kembali ke kejadian awal siklus itu berulang dengan sendirinya dan tidak ada akhirnya. Peta konsep siklus cocok diterapkan untuk menunjukan hubungan bagaimana suatu rangkaian kejadian berinteraksi untuk menghasilkan suatu kelompok hasil yang berulang-ulang.

4) Peta Konsep Laba-laba
Peta konsep laba-laba dapat digunakan untuk curah pendapat. Dalam melakukan curah pendapat ide-ide berasal dari suatu ide sentral, sehingga dapat memperoleh sejumlah besar ide yang bercampur aduk. Banyak dari ide-ide tersebut berkaitan dengan ide sentral namun belum tentu jelas hubungannya satu sama lain. Kita dapat memulainya dengan memisah-misahkan dan mengelompokkan istilah-istilah menurut kaitan tertentu sehingga istilah itu menjadi lebih berguna dengan menuliskannya di luar konsep utama. Peta konsep laba-laba cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:
a) Tidak menurut hirarki, kecuali berada dalam suatu kategori
b) Kategori yang tidak parallel
c) Hasil curah pendapat

Pembelajaran dengan Teknik Probing


A.    Pengertian Teknik Probing
Pengertian probing dalam pembelajaran di kelas didefinisikan sebagai suatu teknik membimbing dengan mengajukan satu seri pertanyaan pada seorang siswa (Dahar, 1996: 9). Teknik probing adalah suatu teknik dalam pembelajaran dengan cara mengajukan satu seri pertanyaan untuk membimbing pebelajar /siswa menggunakan pengetahuan yang telah ada pada dirinya guna memahami gejala atau keadaan yang sedang diamati sehingga terbentuk pengetahuan baru ( Wijaya, 1999: 7 ). Teknik probing diawali dengan menghadapkan siswa pada situasi baru yang mengandung teka-teki atau benda-benda nyata. Situasi baru itu membuat siswa mengalami pertentangan dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya sehingga memberikan peluang kepada siswa untuk mengadakan asimilasi, disinilah probing (pembimbingan menggunakan satu seri pertanyaan) mulai diperlukan.
Teknik probing adalah usaha atau langkah-langkah sistematis dalam pembelajaran unutk menggali informasi (fakata, data ) yang dinilai penting dari siwa dan relevan dalam mengembangkan pembelajaran

B.     Ketrampilan Bertanya
Teknik probing memerlukan kekuatan dalam mengembangkan pertanyaan. Untuk dapat menggunakan teknik probing dalam pembelajaran, seorang guru hendaknya sudah berbekal ketrampilan bertanya yang merupakan salah satu dari ketrampilan proses sains sebab
1.      guru cendrung mendominasi kelas dengan ceramah
2.      murid belum terbiasa mengajukan pertanyaan
3.      murid harus dilibatkan secara mental-intelektual secara maksimal
4.      adanya anggapan bahwa pertanyaan hanya berfungsi unutk menguji pemahaman siswa.
Guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran, sejak merancang pembelajaran mulai dari pengembangan silabus maupun pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran tentunya sudah merencanakan pengalaman belajar apa yang akan diperoleh siswa dalam mencapai kompetensi dasar. Sejumlah pertanyaan diperlukan untuk membimbing siswa dengan teknik probing meliputi pertanyaan tingkat rendah sampai tinggkat tinggi, berkaitan dengan kegiatan fisik maupun kegiatan mental berfikir untuk membangun pengetahuannya. Contoh aktivitas fisik misalnya melakukan pengamatan, percobaan, mengidentifikasi ciri-ciri, memprediksi; sedangkan contoh aktivitas berfikir misalnya asimilasi, akomodasi, membangun pengetahuan baru.
Pertanyaan yang baik mempunyai berbagai fungsi antara lain :
1.      mendorong siswa untuk berpikir
2.      meningkatkan keterlibatan siswa
3.      merangsang siswa unutk mengajukan pertanyaan
4.      mendiagnosis kelemahan siswa
5.      memusatkan perhatian siswa pada satu masalah
6.      membantu siswa mengungkapkan pendapat dengan bahasa yang baik
Keterampilan bertanya dasar terdiri dari komponen-komponen
  1. pengajuan pertanyaan secara jelas dan singkat
  2. pemberian acuan
  3. pemusatan
  4. pemindahan giliran
  5. penyebaran
  6. pemberian wakatu berpikir
  7. pemberian tuntunan
Keterampilan bertanya lanjut terdiri dari komponen-kompenen
  1. pengubahan tuntutan kognitif dalam menjawab pertanyaan
  2. pengaturan urutan pertanyaa
  3. penggunaan pertanyaan pelacak
  4. peningkatan terjadinya interaksi
Dalam menerapkan keterampilan bertanya dasar dan lanjut, guru memerhatikan prinsip-prinsip berikut :
  1. kehangatan dan keantusiasan
  2. menghindari kebiasaan mengulang pertanyaa sendiri
  3. menghindari menjawab pertanyaan sendiri
  4. menghindari pertanyaan yang mengandung jawaban serempak
  5. meneghindari mengulang jawaban siswa
  6. menghindari mengajukan pertanyaam ganda
  7. menghindari menunjuk siswa sebelum mengajukan pertanya
  8. waktu berpikir yang diberikan untuk pertanyaan tingkat lanjut lebih banyak dari pertanyaan tingkat dasar
9.      susun pertanyaan pokok dan nilai pertanyaan tersebut sesudah selesai mengajar.

Pembelajaran dengan Quantum Teaching


A.    Pengertian Quantum Teaching
Quantum Teaching adalah penggubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya dan Quantum Teaching juga menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. Quantum Teaching berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas yaitu interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar.
Quantum Teaching adalah badan ilmu pengetahuan dan metodologi yang digunakan dalam rancangan, penyajian, dan fasilitasi. Quantum Teaching merangkaikan yang paling baik dari yang terbaik menjadi sebuah paket multisensorik, multikecerdasan , dan kompatibel dan otak, yang pada akhirnya akan melejitkan kemampuan guru untuk mengilhami dan kemampuan siswa untuk berprestasi.
Sebagai sebuah pendekatan belajar yang segar, mengalir, praktis, dan mudah diterapkan, Quantum Teaching menawarkan suatu sintesis dari hal-hal yang guru cari yaitu cara-cara baru untuk memaksimalkan dampak usaha pengajaran melalui perkembangan hubungan, pengubahan belajar, dan penyampaian kurikulum. Quantum Teaching mencangkup petunjuk spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif, merancang kurikulum, menyampaikan isi, dan memudahkan proses belajar.
B.     Asas Utama Quantum Teaching
Quantum Teaching berdasarkan pada konsep ini: “ Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka”. Inilah asas utama yang merupakan alas an dasar dibalik segala strategi, model dan keyakinan Quantum Teaching. Segala hal yang dilakukan dalam kerangka Quantum Teaching yaitu setiap interaksi dengan siswa, setiap rancangan kurikulum, dan setiap metode instruksional dibangun diatas prinsip “Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia mereka”.
Maksud dari asas Quantum Teaching adalah sebagai langkah pertama kita selaku guru penting sekali memasuki dunia siswa. Untuk mendapatkan hak mengajar, pertama-tama guru harus membangun jembatan autentik memasuki kehidupan siswa. Alasannya karena tindakan ini akan memberikan izin kepada guru untuk memimpin, menuntun, dan memudahkan perjalanan siswa menuju kesadaran dan ilmu pengetahuan yang lebih luas. Caranya dengan mengaitkan apa guru ajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran, atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, social, atletik, musik, seni, rekreasi, atau akademis siswa.
Setelah kaitan itu terbentuk, guru dapat membawa siswa kedalam dunia guru, dan memberikan mereka pemahaman. Disinilah kosakata baru, model mental, rumus, dan lain-lain dibeberkan. Seraya menjelajahi kaitan dan interaksi, baik siswa maupun guru mendapatkan pemahaman baru dan “Dunia Kita” diperluas mencangkup tidak hanya para siswa, tetapi juga guru. Akhirnya dengan pengertian yang lebih luas dan penguasaan lebih mendalam ini, siswa dapat membawa apa yang mereka pelajari, kedalam dunia mereka dan menerapkannya pada situasi baru.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran penerapan asas quantum teaching menyediakan dua wadah, yang mana dalam wadah ini seorang guru dapat menciptakan hal-hal baru ketika menjalankan kegiatan belajar-mengajar. Dua wadah itu yaitu context dan content. Context (konteks) adalah kemeriahan lingkungan tempat anda mengajar dan Content (konten) adalah kekayaan materi yang ingin disampaikan oleh guru kepada murid. Contextdan content sangat berkaitan apabila sebagai seorang pengajar dapat memperhatikan keduannya dalam mengajar, maka tujuan pembelajaran akan tercapai.
 
C.    Penerapan Asas Quantum Teaching dalam Pembelajaran Matematika di Kelas
  1. Pembelajaran dimulai dengan keyakinan bahwa anda adalah seorang guruluar biasa dengan siswa-siswa yang berbakat. Kenalilah siswa lebih jauh, pehamilah latar belakang, minat, kegagalan, dan kesuksesan siswa dimasa lalu.
  2. Pelajaran diawali dengan cara yang menarik, dengan pertanyaan yang menantang atau dengan pelajaran yang bersifat matematis.
  3. Capailah modalitas siswa melalui pola bahasa, suara, gerak, dan kegiatan, libatkanlah modalitas visual, auditorial, dan kinestetik siswa.

Penemuan Terbimbing secara Induktif



Sebelum membahas Model Penemuan Terbimbing, ada baiknya terlebih dahulu kita tinjau sejenak Model Penemuan Murni. Dalam Model Penemuan Murni, yang oleh Maier (1995: 8) disebutnya sebagai “heuristik“, apa yang hendak ditemukan, jalan atau proses semata-mata ditentukan oleh siswa itu sendiri. Menurut Jerome Bruner (Cooney, Davis:1975,138), penemuan adalah suatu proses, suatu jalan/cara dalam mendekati permasalahan bukannya suatu produk atau item pengetahuan tertentu. Proses penemuan dapat menjadi kemampuan umum melalui latihan pemecahan masalah dan praktek membentuk dan menguji hipotesis. Di dalam pandangan Bruner, belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan.
Metode Penemuan Murni ini kurang tepat karena pada umumnya sebagian besar siswa masih membutuhkan konsep dasar untuk dapat menemukan sesuatu. Hal ini terkait erat dengan karakteristik pelajaran matematika yang lebih merupakan deductive reasoning dalam perumusannya. Di samping itu, penemuan tanpa bimbingan dapat memakan waktu berhari-hari dalam pelaksanaannya atau bahkan siswa tidak berbuat apa-apa karena tidak tahu, begitu pula jalannya penemuan. Jelas bahwa model penemuan ini kurang tepat untuk siswa sekolah dasar maupun lanjutan apabila tidak dengan bimbingan guru, karena materi matematika yang ada dalam kurikulum tidak banyak yang dapat dipelajari karena kekurangan waktu bahkan siswa cenderung tergesa-gesa menarik kesimpulan dan tidak semua siswa dapat menemukan sendiri. Mengingat hal tersebut timbul Metode penemuan yang dipandu oleh guru, ini pertama dikenalkan oleh Plato dalam suatu dialog antara Socrates dan seorang anak, maka sering disebut juga dengan metoda Socratic (Cooney, Davis:1975, 136). Metode ini melibatkan suatu dialog/interaksi antara siswa dan guru di mana siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang diatur oleh guru. Salah satu buku yang pertama menggunakan teknik penemuan terbimbing adalah tentang aritmetika oleh Warren Colburn yang pelajaran pertamanya berjudul: Intellectual Arithmetic upon the Inductive Method of Instruction, diterbitkan pada tahun 1821, yang isinya menekankan penggunaan suatu urutan pertanyaan dalam mengembangkan konsep dan prinsip matematika. Ini menirukan metode Socratic di mana Socrates dengan pertolongan pertanyaan yang ia tanyakan dimungkinkan siswa untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Interaksi dalam metode ini menekankan pada adanya interaksi dalam kegiatan belajar mengajar. Interaksi tersebut dapat juga terjadi antara siswa dengan siswa (S – S), siswa dengan bahan ajar (S – Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing 11 B), siswa dengan guru (S – G), siswa dengan bahan ajar dan siswa (S – B – S) dan siswa dengan bahan ajar dan guru (S – B – G). Interaksi dapat pula dilakukan antara siswa baik dalam kelompok-kelompok kecil maupun kelompok besar (kelas). Dalam melakukan aktivitas atau penemuan dalam kelompok- kelompok kecil, siswa berinteraksi satu dengan yang lain. Interaksi ini dapat berupa saling sharing atau siswa yang lemah bertanya dan dijelaskan oleh siswa yang lebih pandai. Kondisi semacam ini selain akan berpengaruh pada penguasaan siswa terhadap materi matematika, juga akan dapat meningkatkan social skills siswa, sehingga interaksi merupakan aspek penting dalam pembelajaran matematika. dalam kelas. Tujuannya untuk saling mempengaruhi berpikir masing-masing, guru memancing berpikir siswa yaitu dengan pertanyaan-pertanyaan terfokus sehingga dapat memungkinkan siswa untuk memahami dan mengkontruksikan konsep-konsep tertentu, membangun aturan-aturan dan belajar menemukan sesuatu untuk memecahkan masalah.
Salah satu strategi penemuan yang ada adalah Strategi Penemuan Induktif Sebuah argumen induktif meliputi dua komponen, yang pertama terdiri dari pernyataan/fakta yang mengakui untuk mendukung kesimpulan dan yang kedua bagian dari argumentasi itu (Cooney dan Davis, 1975: 143). Kesimpulan dari suatu argumentasi induktif tidak perlu mengikuti fakta yang mendukungnya. Fakta mungkin membuat lebih dipercaya, tergantung sifatnya, tetapi itu tidak bias membuktikan dalil untuk mendukung.

Dengan penjelasan di atas kemudian dikembangkan dalam suatu model pembelajaran yang sering disebut model pembelajaran dengan Penemuan Terbimbing secara Induktif. Pembelajaran dengan model ini dapat diselenggarakan secara individu atau kelompok. Model ini sangat bermanfaat untuk mata pelajaran matematika sesuai dengan karakteristik untuk berpikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan yang disediakan oleh guru dan sampai seberapa jauh siswa dibimbing tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari. Dengan model penemuan terbimbing secara induktif ini siswa dihadapkan kepada situasi dimana siswa bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan. Terkaan, intuisi dan mencoba-coba (trial and error) hendaknya dianjurkan dan guru sebagai penunjuk jalan dan membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep dan ketesrampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru. Dalam model pembelajaran dengan penemuan terbimbing, peran siswa cukup besar karena pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru tetapi pada siswa. Guru memulai kegiatan belajar mengajar dengan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan siswa dan mengorganisir kelas untuk kegiatan seperti pemecahan masalah, investigasi atau aktivitas lainnya.

DoWnLOaD RPP MATEMATIKA K13 SMP/MTS

Kumpulan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Matematika Kurikulum 2013 SEBELUMNYA LIHAT SILABUS MATEMATIKA KURIKULUM 2013 DOWNLOAD DISINI...