Sabtu, 26 Juli 2014

Metode Montessori



 Apa Itu Metode Montessori

Metode Montessori adalah suatu metode pendidikan untuk anak-anak, berdasar pada teori perkembangan anak dari Dr. Maria Montessori, seorang pendidik dari Italia di akhir abad 19 dan awal abad 20. Metode ini diterapkan terutama di pra-sekolah dan sekolah dasar, walaupun ada juga penerapannya sampai jenjang pendidikan menengah.
Ciri dari metode ini adalah penekanan pada aktivitas pengarahan diri pada anak dan pengamatan klinis dari guru(sering disebut "direktur" atau "pembimbing"). Metode ini menekankan pentingnya penyesuaian dari lingkungan belajar anak dengan tingkat perkembangannya, dan peran aktivitas fisik dalam menyerap konsep akademis dan keterampilan praktik. Ciri lainnya adalah adanya penggunaan peralatan otodidak (koreksi diri) untuk memperkenalkan berbagai konsep.
Walaupun banyak sekolah-sekolah yang menggunakan nama "Montessori," kata itu sendiri bukan merupakan merk dagang, juga tidak dihubungkan dengan organisasi tertentu saja.

Sejarah
Dr. Maria Montessori mengembangkan "Metode Montessori" sebagai hasil dari penelitiannya terhadap perkembangan intelektual anak yang mengalami keterbelakangan mental. Dengan berdasar hasil kerja dokter Perancis, Jean Marc Gaspard Itard dan Edouard Seguin, ia berupaya membangun suatu lingkungan untuk penelitian ilmiah terhadap anak yang memiliki berbagai ketidakmampuan fisik dan mental. Mengikuti keberhasilan dalam perlakuan terhadap anak-anak ini, ia mulai meneliti penerapan dari teknik ini pada pendidikan anak dengan kecerdasan rata-rata.
Pada tahun 1906, Montessori telah cukup dikenal sehingga ia diminta untuk suatu pusat pengasuhan di distrik San Lorenzo di Roma. Ia menggunakannya sebagai kesempatan untuk mengamati interaksi anak dengan materi yang ia kembangkan, menyempurnakannya, dan mengembangkan materi baru yang bisa dipakai anak-anak. Dalam pendekatan yang berpusat pada materi ini, tugas utama guru adalah mengamati saat anak memilih materi yang dibuat untuk memahami konsep atau keterampilan tertentu. Pendekatan demikian menjadi ciri utama dari pendidikan Montessori.
Awalnya perhatian Montessori lebih pada anak usia pra-sekolah. Setelah mengamati perkembangan pada anak yang baru masuk SD, ia dan Mario (anaknya) memulai penelitian baru untuk menyesuaikan pendekatannya terhadap anak usia SD.
Menjelang ahir hayatnya, dalam buku From Childhood To Adolescence (Dari Masa Kanak-kanak ke Masa Remaja), Montessori membuat sketsa tentang pandangannya mengenai penerapan metodologinya bagi pendidikan jenjang menengah dan tinggi.
Ciri khas sekolah:
• Menekankan pada kemandirian, kebebasan dengan batasan tertentu, dan menghargai perkembangan anak sebagai individu yang unik.

• Mencampur anak usia 2 ½ tahun sampai 6 tahun dalam satu kelas, sebab anak-anak kecil akan belajar dari anak-anak yang lebih besar.

• Murid boleh memilih kegiatannya sendiri, yang sudah dirancang untuk rentang usianya.

• Guru tidak memberi instruksi, melainkan akan menjelaskan sesuatu ketika ditanya anak.

• Menyediakan keteraturan, yaitu belajar dan istirahat pada waktu yang sudah tetap.

• Anak-anak diajarkan untuk menjaga kebersihan lingkungan dan suasana kerja sama dengan teman-teman mereka.

• Menyediakan bahan atau materi belajar yang dibutuhkan anak pada setiap tahap perkembangannya.

• Lingkungan belajar yang memfasilitasi gerakan fisik yang dibutuhkan anak. Misalnya, bahan pelajaran diletakkan di rak, mulai dari yang paling bawah sampai atas.

Jadi, anak akan berjongkok saat mengambil peralatan di rak paling bawah, dan berdiri ketika mengambil peralatan di rak bagian atas. Kegiatan fisik berdiri-jongkok ini penting untuk kelenturan dan koordinasi tubuh. Selain itu, disediakan peralatan bermain, seperti prosotan.

• Seluruh fasilitas, seperti kamar kecil, wastaffel, kitchen zinc, tombol lampu (saklar), dan rak untuk menyimpan bahan pelajaran, dibuat sesuai ukuran anak-anak untuk memudahkannya membangun kemandirian.

Kelebihan:
• Masa peka anak mendapat rangsangan yang maksimal.

• Metode mengajar yang non tutorial akan memudahkan anak untuk menyerap informasi.

Kekurangan:
Metode ini tidak digunakan di sekolah umum, sehingga anak-anak yang akan melanjutkan ke sekolahumum butuh usaha keras untuk beradaptasi.

Karakteristik anak yang pas:
Anak-anak dengan gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik cocok dengan metode ini.

METODE Saintifik untuk KURIKULUM 2013



Pembelajaran dengan metode saintifik dapat didefinisikan sebagai pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), mengajukan pertanyaan atau merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”.
Penerapan metode saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan tetapi bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin bertambah dewasanya peserta didik atau semakin tingginya kelas peserta didik.

Kesesuaian dengan Teori Belajar
Metode saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar yaitu teori Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky.
a. Teori Belajar Bruner
Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Ada empat hal pokok berkaitan dengan teori belajar Bruner (dalam Carin & Sund, 1975). Per¬tama, individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses-proses kognitif dalam proses penemuan, peserta didik akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatau penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat retensi ingatan. Empat hal di atas adalah bersesuaian dengan proses kognitif yang diperlukan dalam pembelajaran menggunakan metode saintifik.
b. Teori belajar Piaget
Berdasarkan teori Piaget, belajar berkaitan dengan pembentukan dan perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin, 1967). Skema tidak pernah berhenti berubah, skemata seorang anak akan berkembang menjadi skemata orang dewasa. Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan skemata disebut dengan adaptasi.
Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan stimulus yang dapat berupa persepsi, konsep, hukum, prinsip ataupun pengalaman baru ke dalam skema yang sudah ada didalam pikirannya. Asimilasi terjadi jika ciri-ciri stimulus tersebut cocok dengan ciri-ciri skema yang telah ada. Apabila ciri-ciri stimulus tidak cocok dengan ciri-ciri skema yang telah ada maka seseorang akan melakukan akomodasi.
Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang dapat cocok dengan ciri-ciri rangsangan yang ada atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran diperlukan adanya penyeimbangan atau ekuilibrasi antara asimilasi dan akomodasi. Bila pada seseorang akomodasi lebih dominan dibandingkan asimilasi, maka ia akan memiliki skemata yang banyak tetapi kualitasnya cenderung rendah. Sebaliknya, bila asimilasi lebih dominan dibandingkan akomodasi maka seseorang akan memiliki skemata yang tidak banyak tapi cenderung memiliki kualitas yang tinggi. Keseimbangan atau ekuilibrasi antara asimilasi dan akomodasi diperlukan untuk perkembangan intelek seseorang menuju ke tingkat yang lebih tinggi.
Piaget (dalam Carin & Sund, 1975) mengemukakan bahwa pembelajaran yang bermakna tidak akan terjadi kecuali peserta didik dapat beraksi secara mental dalam bentuk asimilasi dan akomodasi terhadap informasi atau stimulus yang ada di sekitarnya. Bila hal ini tidak terjadi maka guru dan peserta didik hanya akan terlibat dalam belajar semu (pseudo-learning) dan informasi yang dipelajari cenderung mudah terlupakan. Proses-proses kognitif yang dibutuhkan dalam rangka mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip dalam skema sesorang melalui tahapan-tahapan mengamati, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan yang terdapat dalam pembelajaran dengan metode saintifik selalu melibatkan proses asimilasi dan akomodasi. Oleh karena itu, teori belajar Piaget sangat relevan dengan metode saintifik.

c. Teori belajar Vygotsky
Vygotsky mengemukakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu berada dalam zone of proximal development daerah terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu. (Nur dan Wikandari, 2000:4).

Teori Vygotsky dalam kegiatan pembelajaran juga dikenal apa yang dikatakan scaffolding (perancahan), dimana perancahan mengacu kepada bantuan yang diberikan teman sebaya atau orang dewasa yang lebih kompeten, yang berarti bahwa memberikan sejumlah besar dukungan kepada anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesem¬patan kepada anak itu untuk mengambil tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu melakukannya sendiri. (Nur, 1998:32).

Karakteristik Pembelajaran dengan Metode Saintifik
Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut:
  1. berpusat pada peserta didik.
  2. melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip.
  3. melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik.
  4. dapat mengembangkan karakter peserta didik.
Tujuan Pembelajaran dengan Metode Saintifik
Tujuan pembelajaran dengan metode saintifik didasarkan pada keunggulannya. Beberapa tujuan pembelajaran dengan metode saintifik adalah untuk:
  1. meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik.
  2. membentuk kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik.
  3. menciptakan kondisi pembelajaran dimana peserta didik merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebu¬tuhan.
  4. diperolehnya hasil belajar yang tinggi.
  5. melatih peserta didik dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah.
  6. mengembangkan karakter peserta didik.
Prinsip Pembelajaran dengan Metode Saintifik
Beberapa prinsip pembelajaran dengan metode saintifik, yaitu:
  1. pembelajaran berpusat pada peserta didik
  2. pembelajaran membentuk students’ self concept
  3. pembelajaran terhindar dari verbalisme
  4. pembelajaran memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip
  5. pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir peserta didik
  6. pembelajaran meningkatkan motivasi belajar peserta didik dan motivasi mengajar guru
  7. memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melatih kemampuan dalam komunikasi
  8. adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi peserta didik dalam struktur kognitifnya.

STRATEGI IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013



 A.  Implementasi Kurikulum

 Implementasi   kurikulum   adalah   usaha   bersama   antara   Pemerintah   dengan pemerintah daerah propinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota.

1. Pemerintah bertanggung jawab dalam mempersiapkan guru dan kepala sekolah untuk melaksanakan kurikulum.
2. Pemerintah  bertanggung jawab  dalam  melakukan  evaluasi  pelaksanaan kurikulum secara nasional.
3.  Pemerintah propinsi bertanggung jawab dalam melakukan supervisi dan evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum di propinsi terkait.
4. Pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab dalam memberikan bantuan professional kepada guru dan kepala sekolah dalam melaksanakan kurikulum di kabupaten/kota terkait.

 Stategi Implementasi Kurikulum terdiri atas:
1.   Pelaksanaan kurikulum di seluruh sekolah dan jenjang pendidikan yaitu:
-   Juli 2013:KelasI,IV, VII, dan X
-   Juli 2014:KelasI,II,IV,V, VII, VIII,X, dan XI
-   Juli 2015:kelasI,II,III,IV, V, VI, VII, VIII,IX,X, XI, dan XII
2.   Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, dari tahun 2013– 2015
3.   Pengembangan buku siswa dan buku pegangan gurudari tahun 2012 – 2014
4. Pengembangan  manajemen,  kepemimpinan,  sistem  administrasi,  dan pengembangan budaya sekolah (budaya kerja guru) terutama untuk SMA dan SMK, dimulai dari bulan Januari– Desember2013
5.  Pendampingan  dalam  bentuk  Monitoring  dan  Evaluasi  untuk  menemukan kesulitan dan masalah implementasi dan upaya penanggulangan: Juli 2013–2016

B.  Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan /PTK
Pelatihan PTK adalah bagian dari pengembangan kurikulum. Pelatihan PTK disesuaikan dengan strategi implementasi yaitu: Tahun pertama 2013 sampai tahun 2015 ketika kurikulum sudah dinyatakan sepenuhnya diimplementasikan. Strategi pelatihan dimulai dengan melatih calon pelatih (MasterTrainer) yang terdiri atas unsur-unsur, yaitu Dinas Pendidikan, Dosen, Widyaiswara, guru inti nasional, pengawas dan kepala sekolah berprestasi.
Langkah berikutnya adalah melatih master teacher yang terdiri dari guru inti, pengawas dan kepala sekolah.
Pelatihan yang bersifat masal dilakukan dengan melibatkan semua guru kelas dan guru mata pelajaran di tingkat SD, SMP dan SMA/SMK.
C.  Pengembangan Buku Siswa dan Pedoman Guru

Implementasi kurikulum dilengkapi dengan buku siswa dan pedoman guru yang disediakan oleh Pemerintah. Strategi ini memberikan jaminan terhadap kualitas isi/bahan ajar dan penyajian buku serta bahan bagi pelatihan guru dalam keterampilan melakukan pembelajaran danpenilaian pada proses serta hasil belajar peserta didik.
Pada bulan Juli 2013 yaitu pada awal implementasi Kurikulum 2013 buku sudah dimiliki oleh setiap peserta didik dan guru.
Ketersediaan buku adalah untuk meringankan beban orang tua karena orang tua tidak perlu membeli buku baru.
D.  Evaluasi Kurikulum

Pelaksanaan evaluasi implementasi kurikulum dilaksanakan sebagai berikut: Jenis Evaluasi:
Formatif sampai tahun Belajar 2015- 2016
Sumatif: Tahun Belajar 2016 secara menyeluruh untuk menentukan kelayakan ide, dokumen, dan implementasi kurikulum.
 Evaluasi pelaksanaan kurikulum diselenggarakan dengan tujuan untuk mengidentifikasi masalah pelaksanaan kurikulum dan membantu kepala sekolah dan guru menyelesaikan masalah tersebut. Evaluasi dilakukan pada setiap satuan pendidikan dan dilaksanakan pada satuan pendidikan diwilayah kota/kabupaten secara rutin dan bergiliran.
1. Evaluasi dilakukan diakhir tahun ke II dan ke V SD, tahun ke VIII SMP dan tahun ke XI SMA/SMK. Hasil dari evaluasi digunakan untuk memperbaiki kelemahan hasil belajar peserta didik di kelas/tahun berikutnya.
2. Evaluasi akhir tahun ke VI SD, tahun ke IX SMP, tahun ke XII SMA/SMK dilakukan untuk menguji efektivitas kurikulum dalam mencapai Standar Kemampuan Lulusan (SKL).






DoWnLOaD RPP MATEMATIKA K13 SMP/MTS

Kumpulan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Matematika Kurikulum 2013 SEBELUMNYA LIHAT SILABUS MATEMATIKA KURIKULUM 2013 DOWNLOAD DISINI...