Minggu, 20 Juli 2014

Penemuan Terbimbing secara Induktif



Sebelum membahas Model Penemuan Terbimbing, ada baiknya terlebih dahulu kita tinjau sejenak Model Penemuan Murni. Dalam Model Penemuan Murni, yang oleh Maier (1995: 8) disebutnya sebagai “heuristik“, apa yang hendak ditemukan, jalan atau proses semata-mata ditentukan oleh siswa itu sendiri. Menurut Jerome Bruner (Cooney, Davis:1975,138), penemuan adalah suatu proses, suatu jalan/cara dalam mendekati permasalahan bukannya suatu produk atau item pengetahuan tertentu. Proses penemuan dapat menjadi kemampuan umum melalui latihan pemecahan masalah dan praktek membentuk dan menguji hipotesis. Di dalam pandangan Bruner, belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan.
Metode Penemuan Murni ini kurang tepat karena pada umumnya sebagian besar siswa masih membutuhkan konsep dasar untuk dapat menemukan sesuatu. Hal ini terkait erat dengan karakteristik pelajaran matematika yang lebih merupakan deductive reasoning dalam perumusannya. Di samping itu, penemuan tanpa bimbingan dapat memakan waktu berhari-hari dalam pelaksanaannya atau bahkan siswa tidak berbuat apa-apa karena tidak tahu, begitu pula jalannya penemuan. Jelas bahwa model penemuan ini kurang tepat untuk siswa sekolah dasar maupun lanjutan apabila tidak dengan bimbingan guru, karena materi matematika yang ada dalam kurikulum tidak banyak yang dapat dipelajari karena kekurangan waktu bahkan siswa cenderung tergesa-gesa menarik kesimpulan dan tidak semua siswa dapat menemukan sendiri. Mengingat hal tersebut timbul Metode penemuan yang dipandu oleh guru, ini pertama dikenalkan oleh Plato dalam suatu dialog antara Socrates dan seorang anak, maka sering disebut juga dengan metoda Socratic (Cooney, Davis:1975, 136). Metode ini melibatkan suatu dialog/interaksi antara siswa dan guru di mana siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang diatur oleh guru. Salah satu buku yang pertama menggunakan teknik penemuan terbimbing adalah tentang aritmetika oleh Warren Colburn yang pelajaran pertamanya berjudul: Intellectual Arithmetic upon the Inductive Method of Instruction, diterbitkan pada tahun 1821, yang isinya menekankan penggunaan suatu urutan pertanyaan dalam mengembangkan konsep dan prinsip matematika. Ini menirukan metode Socratic di mana Socrates dengan pertolongan pertanyaan yang ia tanyakan dimungkinkan siswa untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Interaksi dalam metode ini menekankan pada adanya interaksi dalam kegiatan belajar mengajar. Interaksi tersebut dapat juga terjadi antara siswa dengan siswa (S – S), siswa dengan bahan ajar (S – Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing 11 B), siswa dengan guru (S – G), siswa dengan bahan ajar dan siswa (S – B – S) dan siswa dengan bahan ajar dan guru (S – B – G). Interaksi dapat pula dilakukan antara siswa baik dalam kelompok-kelompok kecil maupun kelompok besar (kelas). Dalam melakukan aktivitas atau penemuan dalam kelompok- kelompok kecil, siswa berinteraksi satu dengan yang lain. Interaksi ini dapat berupa saling sharing atau siswa yang lemah bertanya dan dijelaskan oleh siswa yang lebih pandai. Kondisi semacam ini selain akan berpengaruh pada penguasaan siswa terhadap materi matematika, juga akan dapat meningkatkan social skills siswa, sehingga interaksi merupakan aspek penting dalam pembelajaran matematika. dalam kelas. Tujuannya untuk saling mempengaruhi berpikir masing-masing, guru memancing berpikir siswa yaitu dengan pertanyaan-pertanyaan terfokus sehingga dapat memungkinkan siswa untuk memahami dan mengkontruksikan konsep-konsep tertentu, membangun aturan-aturan dan belajar menemukan sesuatu untuk memecahkan masalah.
Salah satu strategi penemuan yang ada adalah Strategi Penemuan Induktif Sebuah argumen induktif meliputi dua komponen, yang pertama terdiri dari pernyataan/fakta yang mengakui untuk mendukung kesimpulan dan yang kedua bagian dari argumentasi itu (Cooney dan Davis, 1975: 143). Kesimpulan dari suatu argumentasi induktif tidak perlu mengikuti fakta yang mendukungnya. Fakta mungkin membuat lebih dipercaya, tergantung sifatnya, tetapi itu tidak bias membuktikan dalil untuk mendukung.

Dengan penjelasan di atas kemudian dikembangkan dalam suatu model pembelajaran yang sering disebut model pembelajaran dengan Penemuan Terbimbing secara Induktif. Pembelajaran dengan model ini dapat diselenggarakan secara individu atau kelompok. Model ini sangat bermanfaat untuk mata pelajaran matematika sesuai dengan karakteristik untuk berpikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan yang disediakan oleh guru dan sampai seberapa jauh siswa dibimbing tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari. Dengan model penemuan terbimbing secara induktif ini siswa dihadapkan kepada situasi dimana siswa bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan. Terkaan, intuisi dan mencoba-coba (trial and error) hendaknya dianjurkan dan guru sebagai penunjuk jalan dan membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep dan ketesrampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru. Dalam model pembelajaran dengan penemuan terbimbing, peran siswa cukup besar karena pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru tetapi pada siswa. Guru memulai kegiatan belajar mengajar dengan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan siswa dan mengorganisir kelas untuk kegiatan seperti pemecahan masalah, investigasi atau aktivitas lainnya.

Pendekatan pembelajaran



Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach). Pada Pembelajaran dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing secara Induktif lebih menekankan pada pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru. Pembelajaran dengan model ini dapat diselenggarakan secara individu atau kelompok. Model ini sangat bermanfaat untuk mata pelajaran matematika sesuai dengan karakteristik untuk berpikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan yang disediakan oleh guru dan sampai seberapa jauh siswa dibimbing tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari. Dengan model penemuan terbimbing secara induktif ini siswa dihadapkan kepada situasi dimana siswa bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan. Terkaan, intuisi dan mencoba-coba (trial and error) hendaknya dianjurkan dan guru sebagai penunjuk jalan dan membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep dan ketesrampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru. Dalam model pembelajaran dengan penemuan terbimbing, peran siswa cukup besar karena pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru tetapi pada siswa. Guru memulai kegiatan belajar mengajar dengan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan siswa dan mengorganisir kelas untuk kegiatan seperti pemecahan masalah, investigasi atau aktivitas lainnya.

Pendekatan Open-Ended


A.          Pendekatan Open-Ended
                  Dipandang dari strategi bagaimana materi pelajaran disampaikan, pada prinsipnya pendekatan open-ended sama dengan pembelajaran berbasis masalah yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang  dalam prosesnya dimulai dengan memberi suatu masalah kepada siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Shimada (1997:1) pendekatan open-ended adalah pendekatan pembelajaran yang menyajikan suatu permasalahan yang  memiliki metode atau penyelesaian yang benar lebih dari satu. Pendekatan open-endeddapat memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan/ pengalaman menemukan, mengenali, dan memecahkan masalah dengan beberapa teknik. Namun, pada pendekatan open-ended  masalah yang diberikan adalah masalah yang bersifat terbuka (open-ended problem) atau masalah tidak lengkap (incomplete problem).
Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang mungkin untuk masalah tersebut. Contoh penerapan masalah Open-Ended dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan berorientasi pada jawaban (hasil) akhir. Sedangkan dasar keterbukaan masalah diklasifikasikan dalam tiga tipe, yakni:
1. Prosesnya terbuka, maksudnya masalah itu memiliki banyak cara penyelesaian yang benar
2. Hasil akhirnya terbuka, maksudnya masalah itu memiliki banyak jawaban yang benar
3. Cara pengembangan lanjutannya terbuka, maksudnya ketika siswa telah menyelesaikan masalahnya, mereka dapat mengembangkan masalah baru yaitu dengan cara merubah kondisi masalah sebelumnya (asli).
Tujuan dari pembelajaran dengan pendekatan open-ended adalah, siswa diharapkan dapat mengembangkan ide-ide kreatif dan pola pikir matematis. Dengan diberikan  masalah yang bersifat terbuka, siswa terlatih untuk melakukan investigasi berbagai strategi dalam menyelesaikan masalah. Selain itu siswa akan memahami bahwa proses penyelesaian suatu masalah sama pentingnya dengan hasil akhir yang diperoleh.
Berdasarkan pengertian dan tujuan pembelajaran dengan pendekatan open-ended di atas, perlu digaris bawahi bahwa pendekatan open-ended memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir bebas sesuai dengan minat dan kemampuannya. Dengan demikian kemampuan berpikir matematis siswa dapat berkembang secara maksimal dan kegiatan-kegiatan kreatif siswa dapat terkomunikasikan melalui proses pembelajaran.
C. Mengkonstruksi Masalah Open-Ended
Menurut Suherman, dkk (2003 : 129-130) mengkonstruksi dan mengembangkan masalah Open-Ended yang tepat dan baik untuk siswa dengan tingkat kemampuan yang beragam tidaklah mudah. Akan tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jepang dalam jangka waktu yang cukup panjang, ditemukan beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam mengkonstruksi masalah, antara lain sebagai berikut:
1.      Menyajikan permasalahan melalui situasi fisik yang nyata di mana konsep-konsep matematika dapat diamati dan dikaji siswa.
2.       Menyajikan soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam persoalan itu.
3.       Menyajikan bentuk-bentuk atau bangun-bangun (geometri) sehingga siswa dapat membuat suatu konjektur.
4.      Menyajikan urutan bilangan atau tabel sehingga siswa dapat menemukan aturan matematika.
5.      Memberikan beberapa contoh konkrit dalam beberapa kategori sehingga siswa bisa mengelaborasi siifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat yang umum.
6.      Memberikan beberapa latihan serupa sehingga siswa dapat menggeneralisasai dari pekerjaannya.

Pendekatan Kontekstual



            Pendekatan konstektual adalah konsep belajar yang membantu guru    mengaitkan antara materi dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar,permodelan dan penilaian sebenarnya.(Nurhadi,2002)
          Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Leaning, CTL) adalah pembelajaran yang dimulai dengan mengambil (mensimulasikan, menceritakan, berdialog, atau tanya jawab) kejadian pada dunia nyata kehidupan sehari-hari yang dialami siswa kemudian diangkat ke dalam konsep yang dibahas dalam pembelajaran. (Erman Suherman, 2003).
            Pendekatan konstektual adalah suatu konsep tentang pembelajaran yang membantu guru-guru untuk menghubungkan isi bahan ajar dengan situasi-situasi dunia nyata serta penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja serta terlibat aktif dalam kegiatan belajar yang dituntut dalam pelajaran.(Joshua, 2003)
           Pendekatan kontekstual ini perlu diterapkan mengingat bahwa sejauh ini pendidikan masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihapal. Dalam hal ini fungsi fungsi dan peranan guru masih dominan sehingga siswa menjadi pasif dan tidak kreatif. Melalui pendekatan kontekstual ini siswa diharapkan belajar denga cara mengalami sendiri bukan menghapal.
             Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan konstektual memberikan penekanan pada penggunaan berpikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan, permodelan, informasi dan data dari berbagai sumber. Dalam kaitan dengan evaluasi, pembelajaran dengan konstektual lebih menekankan pada authentik assesmen yang diperoleh dari berbagai kegiatan.
         Pembelajaran Kontekstual (contextual Teching and Leaning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
           Pendekatan kontekstual ini merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan mendorong siwa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Tugas guru dalam kelas kontekstual ini adalah membantu siswa mencapai tujuannya, maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan srtategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi anggota kelas (siswa)
B.      Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
      Adapun Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yaitu :
1.      Pendahuluan
12' Apersepsi/Resepsi, motivasi, Introduksi
2.      Pengembangan
18' Pembelajaran konsep/prinsip
3.      Penerapan
45' Latihan penggunaan konsep/prinsip, pengembangan skill, evaluasi
4.      Penutup
5' Penyusunan rangkuman, penugasan

  1. Tahap Pendahuluan
Pada tahap ini dilakukan kegiatan-kegiatan berikut:
    1. Apersepsi , yaitu: mengingat dan memperbaiki kemamapuan bekal siswa mengenai pelajaran terdahulu yang berkaitan dengan pelajaran itu. Ini dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan lisan atau tertulis tentang pengetahuan atau keterampilan yang diperlukan untuk menunjang pelajaran baru.
    2. Motivasi, yaitu: uasaha membangkitkan daya penggerak yang mendorong siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Motivasi internal diharapkan dapat dikembangkan dalam belajar siswa. Motivasi selain pada pendahuluan, juga sepanjang kegiatan belajar mengajar.
    3. Penjelasan tujuan pembelajaran dan sistematika bahan. Meskipun hal itu dapat dilakuakan secara informative, namun lebih bermakana apabila guru memberikan tugas kepada siswa untuk melakukan kegiatan untuk memberi atau mengungkappengalaman belajar siswa yang terkait dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang hendak dicapai.
  1. Tahap Pengembangan
Secara umum ada dua macam objek yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran matematika, yaitu objek langsung dan objek tidak langsung berkaitan dengan fakta, konsep, prinsip, dan skill matematika. Objek tidak langsung berkaitan dengan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, alih belajar(transfer of learning), menyelidiki, kreatif, bersifat kritis, teliti, dan kekhasan objek pelajaran tersebut, dan objek tidak langsungnya menuntut pula kekhasan strategi pengajarannya.
Fakta disampaikan dengan penjelasan tentang arti dari fakta itu. Siswa dikatakan telah mengenal suatu fakta, bila ia dapat menuliskan dan menggunakannya dalam berbagai situasi .
Konsep dapat disajikan dengan memberikan contoh dan bukan contoh dari konsep itu, sampai akhirnya siswa dapat mendefinisikan konsep itu, yang juga dapat dilakukan melalui kegiatan memberikan pengalaman belajar yang terkait dengan konsep itu. Mendefinisikan konsep lebih bermakna jika gambaran awal sudah ada di benak siswa tentang ciri-ciri  konsep tersebut. Siswa dikatakan telah memahami suatu konsep bila ia dapat membedakan contoh dan bukan contoh dari konsep itu, misalnya mana yang persamaan dan mana yang bukan persamaan, dan menggunakan nya dalam berbagai situasi.
Prinsip dapat diajarkan dengan berbagai metode atau model dan pendekatan. Misalnya diajarkan dengan metode penemuan terbimbing atau dengan Tanya jawab, sehingga siswa sendiri yang menemukan prinsip itu. Secara teknis Tanya jawab dapat diselenggarakan dalam metode Tanya jawab, dapat pula dituangkan dalam media berupa lembar kerja, kartu kerja atau lembar tugas, baik bersifat penemuan ataupun investigative. Bahkan kegiatan interaktif dapat dilakukan dengan media computer. Hands On atau melakukan manipulasi dengan tangan( mengotak-atik) perlu dilakukan siswa, khususnya SD. Siswa dikatakan telah memahami prinsip jika ia dapat mengemukakan alasan kebenaran prinsip itu. Dan dapat menggunakannya.
Operasi/prosedur (skill) dilatihkan dengan memberikan contoh-contoh dan latihan-latihan. Siswa dikatakan telah menguasai skill jika ia telah lancar menggunakan skill itu.
Pada pengembangannya ini dianjurkan agar memberikan materi sedikit demi sedikit, maksudnya setelah dibahas satu konsep/prinsip/skill segera diberikan pertanyaan/latihan untuk menjajaki penangkapan siswa baru dilanjutkan dengan satu konsep/prinsip/skill lainnya berikan pertanyaan lagi, dan periksa lagi pemahaman siswa. Metode penyampaian dipilih sesuai dengan materinya dan kondisinya. Ada baiknya metode itu bervariasi diantaranya : ceramah, tanya jawab, diskusi, penemuan terbimbing, demonstrasi, experiment, permainan dan projek. Metode projek dilakukan sebagai kegiatan diluar kelas.
  1. Tahap Penerapan
Pada tahap ini siswa diberikan kesempatan untuk :
    1. Mengerjakan soal-soal latihan untuk memanfaatkan konsep / prinsip.
    2. Menerapkan pengetahuannya melalui latihan memecahkan soal-soal yang berkaitan dengan pengembangannya dalam matematika, mata pelajaran lain dan kehidupan sehari-hari.
Pengorganisasian dapat perorangan, berpasangan, atau kelompok.
  1. Tahap penutup.
Pada tahap ini guru mengarahkan siswa untuk membuat rangkuman. Berbagai tehnik yang mengaktifkan siswa dalam kegiatan ini dapat dilakukan. pemberian tugas pekerjaan rumah dilakukan pada tahap ini.

DoWnLOaD RPP MATEMATIKA K13 SMP/MTS

Kumpulan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Matematika Kurikulum 2013 SEBELUMNYA LIHAT SILABUS MATEMATIKA KURIKULUM 2013 DOWNLOAD DISINI...