Apa Itu Metode Montessori
Metode Montessori adalah suatu metode pendidikan untuk anak-anak, berdasar pada teori perkembangan anak dari Dr. Maria Montessori, seorang pendidik dari Italia di akhir abad 19 dan awal abad 20. Metode ini diterapkan terutama di pra-sekolah dan sekolah dasar, walaupun ada juga penerapannya sampai jenjang pendidikan menengah.
Ciri dari metode ini adalah penekanan pada aktivitas pengarahan diri pada anak dan pengamatan klinis dari guru(sering disebut "direktur" atau "pembimbing"). Metode ini menekankan pentingnya penyesuaian dari lingkungan belajar anak dengan tingkat perkembangannya, dan peran aktivitas fisik dalam menyerap konsep akademis dan keterampilan praktik. Ciri lainnya adalah adanya penggunaan peralatan otodidak (koreksi diri) untuk memperkenalkan berbagai konsep.
Walaupun banyak sekolah-sekolah yang menggunakan nama "Montessori," kata itu sendiri bukan merupakan merk dagang, juga tidak dihubungkan dengan organisasi tertentu saja.
Sejarah
Dr. Maria Montessori mengembangkan "Metode Montessori" sebagai hasil dari penelitiannya terhadap perkembangan intelektual anak yang mengalami keterbelakangan mental. Dengan berdasar hasil kerja dokter Perancis, Jean Marc Gaspard Itard dan Edouard Seguin, ia berupaya membangun suatu lingkungan untuk penelitian ilmiah terhadap anak yang memiliki berbagai ketidakmampuan fisik dan mental. Mengikuti keberhasilan dalam perlakuan terhadap anak-anak ini, ia mulai meneliti penerapan dari teknik ini pada pendidikan anak dengan kecerdasan rata-rata.
Pada tahun 1906, Montessori telah cukup dikenal sehingga ia diminta untuk suatu pusat pengasuhan di distrik San Lorenzo di Roma. Ia menggunakannya sebagai kesempatan untuk mengamati interaksi anak dengan materi yang ia kembangkan, menyempurnakannya, dan mengembangkan materi baru yang bisa dipakai anak-anak. Dalam pendekatan yang berpusat pada materi ini, tugas utama guru adalah mengamati saat anak memilih materi yang dibuat untuk memahami konsep atau keterampilan tertentu. Pendekatan demikian menjadi ciri utama dari pendidikan Montessori.
Awalnya perhatian Montessori lebih pada anak usia pra-sekolah. Setelah mengamati perkembangan pada anak yang baru masuk SD, ia dan Mario (anaknya) memulai penelitian baru untuk menyesuaikan pendekatannya terhadap anak usia SD.
Menjelang ahir hayatnya, dalam buku From Childhood To Adolescence (Dari Masa Kanak-kanak ke Masa Remaja), Montessori membuat sketsa tentang pandangannya mengenai penerapan metodologinya bagi pendidikan jenjang menengah dan tinggi.
Ciri khas sekolah:
• Menekankan pada kemandirian, kebebasan dengan batasan tertentu, dan menghargai perkembangan anak sebagai individu yang unik.
• Mencampur anak usia 2 ½ tahun sampai 6 tahun dalam satu kelas, sebab anak-anak kecil akan belajar dari anak-anak yang lebih besar.
• Murid boleh memilih kegiatannya sendiri, yang sudah dirancang untuk rentang usianya.
• Guru tidak memberi instruksi, melainkan akan menjelaskan sesuatu ketika ditanya anak.
• Menyediakan keteraturan, yaitu belajar dan istirahat pada waktu yang sudah tetap.
• Anak-anak diajarkan untuk menjaga kebersihan lingkungan dan suasana kerja sama dengan teman-teman mereka.
• Menyediakan bahan atau materi belajar yang dibutuhkan anak pada setiap tahap perkembangannya.
• Lingkungan belajar yang memfasilitasi gerakan fisik yang dibutuhkan anak. Misalnya, bahan pelajaran diletakkan di rak, mulai dari yang paling bawah sampai atas.
Jadi, anak akan berjongkok saat mengambil peralatan di rak paling bawah, dan berdiri ketika mengambil peralatan di rak bagian atas. Kegiatan fisik berdiri-jongkok ini penting untuk kelenturan dan koordinasi tubuh. Selain itu, disediakan peralatan bermain, seperti prosotan.
• Seluruh fasilitas, seperti kamar kecil, wastaffel, kitchen zinc, tombol lampu (saklar), dan rak untuk menyimpan bahan pelajaran, dibuat sesuai ukuran anak-anak untuk memudahkannya membangun kemandirian.
Kelebihan:
• Masa peka anak mendapat rangsangan yang maksimal.
• Metode mengajar yang non tutorial akan memudahkan anak untuk menyerap informasi.
Kekurangan:
Metode ini tidak digunakan di sekolah umum, sehingga anak-anak yang akan melanjutkan ke sekolahumum butuh usaha keras untuk beradaptasi.
Karakteristik anak yang pas:
Anak-anak dengan gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik cocok dengan metode ini.
• Menekankan pada kemandirian, kebebasan dengan batasan tertentu, dan menghargai perkembangan anak sebagai individu yang unik.
• Mencampur anak usia 2 ½ tahun sampai 6 tahun dalam satu kelas, sebab anak-anak kecil akan belajar dari anak-anak yang lebih besar.
• Murid boleh memilih kegiatannya sendiri, yang sudah dirancang untuk rentang usianya.
• Guru tidak memberi instruksi, melainkan akan menjelaskan sesuatu ketika ditanya anak.
• Menyediakan keteraturan, yaitu belajar dan istirahat pada waktu yang sudah tetap.
• Anak-anak diajarkan untuk menjaga kebersihan lingkungan dan suasana kerja sama dengan teman-teman mereka.
• Menyediakan bahan atau materi belajar yang dibutuhkan anak pada setiap tahap perkembangannya.
• Lingkungan belajar yang memfasilitasi gerakan fisik yang dibutuhkan anak. Misalnya, bahan pelajaran diletakkan di rak, mulai dari yang paling bawah sampai atas.
Jadi, anak akan berjongkok saat mengambil peralatan di rak paling bawah, dan berdiri ketika mengambil peralatan di rak bagian atas. Kegiatan fisik berdiri-jongkok ini penting untuk kelenturan dan koordinasi tubuh. Selain itu, disediakan peralatan bermain, seperti prosotan.
• Seluruh fasilitas, seperti kamar kecil, wastaffel, kitchen zinc, tombol lampu (saklar), dan rak untuk menyimpan bahan pelajaran, dibuat sesuai ukuran anak-anak untuk memudahkannya membangun kemandirian.
Kelebihan:
• Masa peka anak mendapat rangsangan yang maksimal.
• Metode mengajar yang non tutorial akan memudahkan anak untuk menyerap informasi.
Kekurangan:
Metode ini tidak digunakan di sekolah umum, sehingga anak-anak yang akan melanjutkan ke sekolahumum butuh usaha keras untuk beradaptasi.
Karakteristik anak yang pas:
Anak-anak dengan gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik cocok dengan metode ini.